Kopi bukan tanaman asli kepulauan Indonesia, namun telah mempersatukan bangsa ini dalam satu cita rasa yang tak tergantikan oleh minuman lainnya. Kopi tidak kenal istilah SARA, bahkan justru melarutkan semua unsur perbedaan dan menyatukannya dalam semangat enerjik. Persis seperti secangkir kopi hangat yang bakal membuat kita siap menghadapi hari sekeras apapun.
“Ngopi yuk!”
Ini bukan kalimat yang asing buat kita di Indonesia. Hampir tiap hari atau katakanlah setiap minggu, ada saja orang yang mengajak kita ngopi. Apakah beneran ngopi atau sebenarnya ingin mengajak ngobrol, curhat habis-habisan atau mengajak ikutan bisnis baru, semuanya mungkin “difasilitasi” lewat “acara” ngopi-ngopi ini.
Saat ngopi – terutama bisa orang yang ngopi itu memang beneran suka ngopi – aneka informasi tentang kopi bisa menjadi ice breaker, pencair suasana sebelum masuk ke obrolan berikutnya. Saat ngopi, semua perbedaan yang ada di antara kita, semuanya jadi cair. Siapapun, regardless dari mana dia berasal, apa agamanya, bahkan berapapun berat badan, apapun warna (cat) rambutnya, bisa menyeruput secangkir kopi dengan satu perasaan yang sama – HAPPY!
KOPI — seperti halnya SAMBAL bagaikan seutas tali rasa yang menyatukan orang Indonesia. Fakta yang unik mengingat kopi bukanlah tanaman asli dari Indonesia. Pada akhir abad 16 saat Indonesia masih di bawah jajahan Belanda, VOC membawa tanaman kopi Arabika ke dalam negara ini. Mereka tertarik untuk meruntuhkan monopoli Arab terhadap perdagangan kopi dunia. Pemerintah kolonial Belanda pertama kali menanam bibit kopi di sekitar Batavia (Jakarta), sampai ke daerah Sukabumi dan Bogor. Kemudian karena semakin tingginya permintaan pasar, mulai didirikan perkebunan kopi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi.
Ada tiga daerah utama di Indonesia yang menghasilkan kopi; Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Jawa merupakan daerah terbesar dalam hal produksi kopi. Jawa terkenal dengan kopi Arabikanya yang bercita rasa tinggi. Selain itu Jawa juga terkenal menghasilkan salah satu kopi tertua terbaik di dunia yaitu Old Java. Bahkan karena pernah memonopoli pasar kopi dunia, ‘Java’ dijadikan istilah pengganti kata ‘kopi’ di luar sana.
Pulau lain yang memproduksi kopi skala besar di Indonesia adalah Sulawesi, yang dulu pernah dikenal dengan nama Celebes. Daerah penanaman kopi paling terkenal di Sulawesi adalah Toraja, kopi dari daerah ini menggunakan sistem penanaman tradisional. Proses pemilihan dan pemetikan kopi dilakukan dengan menggunakan tangan dan menghasilkan kopi dengan kualitas sangat tinggi. Kopi Toraja memiliki keunikan tersendiri; kepekatan yang dipadukan dengan aroma manis dan memiliki crisp and clean aftertaste. Tingkat produksi yang tidak terlalu tinggi membuat kopi ini memiliki demand yang tinggi dari para connoisseur (ahli pengecap makanan) di seluruh dunia.
Sumatera juga merupakan daerah utama penghasil kopi di Indonesia. Sumatera menghasilkan dua varian kopi paling terkenal dan berkualitas tinggi: Mandailing dan Ankola. Kopi Mandailing diproduksi di pinggiran kota Padang, di distrik kopi pantai Barat. Karakteristik yang dimiliki kopi ini adalah tingkat keasaman yang rendah, kekentalan yang tinggi dengan kepekatan rasa yang kompleks. Daerah lain yang memproduksi kopi adalah Flores dan Papua. Belakangan ini kopi Arabika Papua mulai menarik hati masyarakat dengan rasanya yang kompleks. Hal ini disebabkan oleh tanah yang ada di Papua belum banyak diolah dan masih mengandung unsur hara alami.
Jenis Kopi dan Tradisi Ngopi
Jenis kopi yang terkenal di Indonesia ada banyak ragamnya,seperti kopi tubruk, kopi aceh, kopi jawa, kopi toraja, dan masih banyak lagi. Jauh sebelum merebaknya kedai kopi kekinian, ngopi sebenarnya sudah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Tradisi minum kopi di Nusantara bisa dilakukan pada pagi hari saat waktu senggang, pada siang hari, bahkan sampai malam. Menikmati kopi dianggap sebagai bagian mencintai produk lokal lantaran biji kopi yang melimpah ruah di Indonesia.
Beberapa jenis kebiasaan ngopi-ngopi di Indonesia adalah:
Angkringan
Angkringan berasal dari kata ‘angkring’ dalam bahasa Jawa yang berarti duduk santai. Angkringan yang sudah ada sejak tahun 50-an dapat ditemukan di Yogyakarta pada petang menjelang malam. Angkringan biasanya berbentuk gerobak maupun gerobak tandu sederhana, tak jarang pengunjung yang ada harus duduk lesehan beralaskan tikar di pinggir jalan atau di dalam kendaraan.
Budaya Rumpi di Warung Kopi
Budaya ini sungguh sangat kental ditemukan di beberapa warung kopi Indonesia. Di Medan misalnya ada banyak warung kopi yang menjadi
tempat bagi etnis China, Jawa, Tamil, Nias, Mandailing, Toba, Karo, Simalungun, hingga Melayu dengan latar belakang agama beraneka ragam hidup rukun, duduk dan berbincang bersama di warung kopi ini.
Ngopi Ala Masyarakat Urban
Budaya minum kopi sejak dulu sudah menjadi bagian dari kegiatan yang sangat umum bagi masyarakat Indonesia. Era Globalisasi kini bahkan membuat kata “Ngopi” bertransformasi menjadi sebuah idiom di kalangan urban tersebut yang merujuk kepada suatu jalur komunikasi yang informal namun efektif.
Budaya ini berkembang seolah-olah menjadi sebuah trend kaum urban yang dibawa dari asimilasi kebudayaan barat. Faktanya, menjamurnya kedai-kedai kopi saat ini merupakan warisan budaya yang telah dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia baik di perkotaan hingga pelosok pedesaan sejak ratusan tahun yang lalu. Menyeruput secangkir kopi dan bercakap-cakap tentang berbagai macam isu merupakan sarana berkomunikasi yang mengasyikkan dan dapat diterima dengan lebih organik.
Di era digital seperti sekarang, membuat sebuah platform komunikasi digital yang bersinggungan langsung dengan Budaya Ngopi di atas menjadi sangat relevan. “Ngopi” sebagai anchor element dapat menjadi pencetus budaya-budaya positif lainnya seperti keberanian untuk mengemukakan pendapat, berdiskusi secara produktif dan konstruktif tanpa terjadi gesekan sosial, meningkatkan jiwa kewirausahaan, serta pemberdayaan komunitas yang positif, merupakan beberapa elemen budaya masyarakat Indonesia yang harus dipertahankan dan dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi. Sekadar memesan kopi dingin melalui apps pun kini bisa menjadi perekat yang mengakrabkan suasana kerja di kantor. KOPI sungguh tak kenal SARA. Kopi justru menyatukan kita dalam satu rasa seruputan kopi yang JELAS LEBIH ENAK, bila dinikmati bersama orang terdekat.